Sudah dua pekan ini pekerjaan bertumpuk-tumpuk. Bosku sepertinya tidak bosan-bosan memberi segudang pekerjaan. Yah...resiko profesi. Bukankah itu reward yang Aku terima dari hasil kerja kerasku selama ini? Walaupun Aku harus merelakan buah hatiku melewati waktu-waktu penting bersama baby-sitternya.
"Aisyah, jangan lupa briefing dengan Allete Magazine jam tujuh sekalian breakfast besok di Harris Hotel. Jam sepuluh presentasi rencana launching produk baru Prada. Lunch time bersama Mr. Tony Stark untuk program sosial pembagian kostum Iron Man kepada anak-anak yatim. Jam tiga lihat lokasi pagelaran busana dan ..., ehmm, nanti malam temenin saya nonton konsernya Maher Zain yaa..."
Aduh, ini Bos atau sekretarisku sih? Enak saja dia bikinin jadwal, padahal agendaku saja sudah penuh terisi. Pussiiiiing...!!
"Aisyah, jangan lupa briefing dengan Allete Magazine jam tujuh sekalian breakfast besok di Harris Hotel. Jam sepuluh presentasi rencana launching produk baru Prada. Lunch time bersama Mr. Tony Stark untuk program sosial pembagian kostum Iron Man kepada anak-anak yatim. Jam tiga lihat lokasi pagelaran busana dan ..., ehmm, nanti malam temenin saya nonton konsernya Maher Zain yaa..."
Aduh, ini Bos atau sekretarisku sih? Enak saja dia bikinin jadwal, padahal agendaku saja sudah penuh terisi. Pussiiiiing...!!
***
"Bunda, mandiin Alif dong..." tiba-tiba saja putraku (ALIF FAHMI) yang baru berusia empat setengah tahun berdiri di ambang pintu kamarku.
"Aduh sayang, besok aja yaa... Bunda buru-buru nih," elakku. Tapi kulihat dia tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Okedeh, nanti sore Bunda pulang cepat, kita mandi ya sayang," bujukku sambil menariknya ke dalam pelukanku.
"Bener?" tanyanya dengan mata bulat hitamnya.
"Benar sayang... Oh ya, Bunda juga akan belikan kolam yang bagus," rayuku lagi sambil mendaratkan kecupan di keningnya.
"Ah, Bunda lupa yaa? Minggu lalu kan Bunda sudah beliin Alif. Nanti uang Bunda habis lho! Lagian masih di kardus tuh, nggak boleh dibuka kalau mandinya nggak sama Bunda," Aku tertegun.
Benarkah Aku sudah membelikannya?
***
Ternyata mandi bersama itu tetap saja tertunda, sampai akhirnya siang itu, Sony Ericsson Xperia X10 mini pro ku berkedip-kedip di tengah rapat. Di layar ponsel tertera nama HABIBIE, My husband. What's wrong? Tiba-tiba saja perasaanku sebagai Ibu jadi tak karuan, karna Habibie mengerti benar akan agendaku yang padat seharian di kantor, jadi adalah hal yang penting jika sampai ia meneleponku.
"Ada apa,Hab?" tanyaku perlahan di tengah rapat.
"Qie, segera pulang, Alif sakit." suara suamiku singkat, cepat, dan tergesa-gesa. Tidak biasanya. Sinyal langsung diputus. (Oya, sekedar info untuk pembaca, "Qie" adalah panggilan kesayangan untukku oleh suamiku)
Dan, setelah linglung sekitar 2 menit, kutinggalkan rapat dan kukemudikan Honda Freed hitamku menuju rumah.
***
Dari kejauhan kulihat rumahku penuh dengan kerumunan orang. Ada apa? Jantungku berdegup lebih kencang lagi (dag, dig, dug, dug, dig, dag...) lebih tidak beraturan. Aku terkejut melihat baby-sitter anakku berlari menghampiriku yang masih berada di depan garasi rumah, lalu menangis memeluk kakiku, memohon ampun.
"Ibu, maafkan saya tidak bisa menjaga Alif dengan baik. Sudah dua minggu ini Alif maunya dimandiin Ibu, tapi Ibu sibuk terus. Tadi pagi badan Alif panas dan terus menerus memanggil-manggil Ibu, akhirnya......" Baby-sitter anakku tak mampu meneruskan ceritanya ketika suamiku datang dengan mata merah dan sembab tak karuan.
Seingatku, sewaktu berangkat ke kantor pagi tadi memang badan Alif agak panas. Tapi kupikir cuma karena dia kebanyakan makan ice cream cokelat kesukaannya. Lebih-lebih seharian kemarin, dia asyik bermain dengan sepeda baru yang dibelikan ayahnya. Jadi kupikir, yaa wajar karena kelelahan Alif jadi demam.
"Qie, Alif sudah tidak demam lagi. Alif sudah sehat, Qie," Habibie mencoba menenangkanku.
Aku tidak terima!! Kalau Alifku sudah sehat, mengapa para tetangga berkumpul? Mengapa baby-sitterku histeris begitu? Aku berlari menghambur ke kamar putraku sambil berseru memanggil namanya.
"Alif... ini Bunda, sayang. Bunda pulang, Nak. Jangan pergi, sayang. Ayo kita buka kolam renang birunya, kita isi air sampai penuh. Bunda mau mandiin Alif. Alif jangan pergi, Bunda sudah belikan Handuk Ben 10 seperti pesananmu. Nih, lihat! Alif bangun sayang, ini Bunda. Maafkan Bunda, sayang...." ceracauku tiada henti.
Aku terus berusaha membangunkan Alif. Aku guncang-guncangkan tubuhnya. Aku peluk, mencoba memberi kehangatan untuk tubuhnya yang semakin dingin.
"Aliiiif..... Aliiiiif..... Alif....." Aku terus meratap penuh sesal.
"Ayo Qie, kita mandikan Alif bersama," ajak suamiku perlahan mengambil Alif yang sudah terbujur kaku di pelukanku.
***
EPILOG
Cerpen ini kubuat karna TERINSPIRASI oleh tulisan mba Asma Nadia yang berjudul "BUNDA BEKERJA ATAU DI RUMAH?" dalam buku Sakinah Bersamamu nya.
Biasanya beberapa alasan yang menyebabkan wanita memilih menjadi wanita karir, diantaranya adalah penghasilan suami yang belum memadai, sehingga merasa perlu bekerja agar keuangan keluarga bisa tercukupi. Bekerja bagi sebagian wanita juga bisa diartikan untuk menambah wawasan, menambah pengalaman, menarik juga karna mau ngga mau berhadapan dengan banyak manusia. Seperti tokoh cerpen saya di atas (Aisyah). Suaminya seorang Direktur Perusahaan Pengadaan dan Pengembangan Lab Bahasa, dia punya rumah pribadi dua lantai dengan perlengkapan lengkap di dalamnya (mulai dari tusuk gigi sampai mesin cuci, hehheeee...), punya 2 mobil, 1 motor, 2 sepeda, 1 Baby-sitter, 2 pembantu, dan 1 tukang kebun (MasyaALLAH, sepertinya ini mah harapan si Penulis, hehheee, aamiin yaa Rab ^_^), tapi Aisyah tetap memilih untuk bekerja menjadi wanita karir (Eits, tapi untuk Penulis, cukup jadi PNS Guru Bahasa Inggris aja deh, aamiin).
Dan tidak sedikit pula yang memilih menjadi wanita karir ketimbang ibu rumah tangga, lebih karna menghindari kejenuhan dan suasana di rumah yang melulu itu-itu saja.
So, saya bertanya, mau jadi apa kita? (kita? Lo aja kali, gua ngga, hehheee, keingetan gaya murid-muridku :p) Menjadi wanita karir kah atau Ibu rumah tangga kah?
Namun, menjadi ibu rumah tangga tidak perlu merasa rendah diri, apalagi hidup dengan perasaan iri hati kepada para ibu yang bekerja. Sebab hal yang tak bisa dinilai dengan apapun adalah jika kita bisa memberi perhatian pada anak, sehingga anak tumbuh dan berkembang dengan baik, serta tujuan membentuk keluarga yang sakinah dapat tercapai. Jangan sampai terjadi penyesalan seperti cerita saya di atas.
Terakhir dari saya, jadi Mommies yang bekerja atau Mommies rumahan, apapun, jika dijalani dengan keikhlasan dan tetap dalam rambu-rambuNya, semoga bernilai ibadah yang menjadi tambahan kebaikan bagi bekal kita saat menghadapNya. Ayo pembaca, bilang aamiin...
Terakhir dari saya, jadi Mommies yang bekerja atau Mommies rumahan, apapun, jika dijalani dengan keikhlasan dan tetap dalam rambu-rambuNya, semoga bernilai ibadah yang menjadi tambahan kebaikan bagi bekal kita saat menghadapNya. Ayo pembaca, bilang aamiin...
in My Bedroom
Rabu, 21 September 2011
12:55pm
Rabu, 21 September 2011
12:55pm
with Love,
_Fichri MauLida_
No comments:
Post a Comment